Generasi Tanpa Perokok

(Dok. bebasrokok.org)

“Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok. Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip- bintara- perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok. Indonesia adalah semacam firdaus- jannatu- na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok”. Demikian petikan bait-bait puisi sarat makna karya Taufik Ismail yang bertajuk “Tuhan Sembilan Senti”. Pada benda sepanjang sembilan senti itu, masyarakat Indonesia rela menyerahkan segala-galanya. Harta, susu untuk anak, kesehatan dan bahkan nyawanya sendiri, rela diserahkan pada “Tuhan” yang panjangnya hanya sembilan senti itu. Merokok, kini sudah dianggap hal biasa, tak berbahaya, dan tak perlu lagi dipersoalkan. Padahal faktanya, kegiatan ini lebih banyak memberikan efek mudharat bagi masyarakat. Lebih dari itu, efek jangka panjangnya juga sangat berbahaya dan lebih sulit diatasi. Celakanya, pemerintah sebagai pemegang otoritas kekuasaan tertinggi di negera ini tak pernah mau serius dalam membuat peraturan-peraturan yang membatasi peredaran rokok. Dua kubu pemegang peran sentral pembatasan rokok, yakni Kementerian Kesehatan di satu sisi dan di sisi lain Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Pertanian, selalu berjalan sendiri-sendiri jika dihadapkan dengan persoalan rokok ini. Walhasil, peredaran rokok semakin merajalela dan jumlah perokok aktif selalu mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), jumlah perokok aktif pada tahun 2013 lalu mencapai 90 juta jiwa atau 36,3%. Jumlah ini meningkat 2,1% jika dibandingkan hasil riset yang sama pada tahun 2007. Maka tak heran jika saat ini Indonesia juga didaulat sebagai negara dengan jumlah perokok terbesar ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan India.

Generasi Bebas Rokok
Mempunyai generasi bebas rokok tentu bukan hal yang mustahil, meski secara kasat mata banyak data menunjukkan pertumbuhan perokok aktif di negara ini meningkat pesat. Peningkatan tersebut adalah karena upaya pemerintah masih setengah hati dalam menangani persoalan rokok ini. Buktinya, upaya pemerintah selama ini hanya berkutat pada upaya preventif (pencegahan) saja, seperti membatasi jam tayang iklan rokok di televisi, menaikkan cukai rokok, dan mewajibkan perusahaan rokok memberikan peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok. Padahal, dalam sebatang rokok terkandung zat nikotin. Nikotin bersifat sangat adiktif dalam terminologi medik, yang berarti menyebabkan ketergantungan, ketagihan, dan kecanduan (Christen Andersson and Paula Wennstorm och Jom Gry:2003). Sehingga, perokok pemula yang awalnya hanya coba-coba, dapat dipastikan kemungkinan besar akan menjadi perokok aktif juga nantinya. Karena itu, seharusnya upaya pemerintah tak hanya sebatas pada ranah preventif saja, tetapi juga hingga ranah kuratif (pengobatan) dan ranah rehabilitasi (pemulihan). Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati para perokok pemula. Sementara upaya rehabilitasi, bisa diberikan kepada orang-orang yang telah lama menjadi perokok aktif.  Upaya-upaya tersebut bisa dilakukan dengan menyediakan balai (biro) kesehatan khusus yang menangani permasalahan kebergantungan dan ketagihan pada rokok di setiap rumah sakit daerah yang ada. Dengan upaya komprehensif dan terstruktur dengan baik, bukan tidak mungkin negara ini akan mempunyai generasi bebas rokok di masa mendatang. Semoga!

Dimuat dalam Opini Tribun jogja edisi 4 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar