Harmonisasi Politik Tanggap Bencana

senin, 27 januari 2014 00:27 WIB

Harmonisasi Politik Tanggap Bencana

Oleh : Pangki T. Hidayat
AWAL tahun ini, berbagai jenis bencana alam (natural disaster) menerpa beberapa wilayah di Indonesia. Letusan Gunung Sinabung di Sumatra hingga rentetan bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi, menyebabkan duka mendalam bagi para korban.

Dari beberapa daerah yang terkena bencana alam, Jakarta menjadi dae­rah paling banyak mendapat sorotan karena fungsi utamanya sebagai dae­rah khusus ibu kota. Selain itu, faktor Jokowi dan Pemilu 2014 menjadi alasan penting terkait tajamnya sorot media massa kepada ibu kota negara tersebut.

Jakarta dan banjir jika dianalogikan memang seperti gula dan semut. Begitu ada gula, di situ pula, semut mengerubutinya. Terlepas dari faktor alam, bencana sering terjadi akibat kurang harmonisnya hubungan manusia dengan lingkungannya. Wujud ketidakharmonisan ini tercermin dari lebih banyaknya upaya pemanfaatan potensi alam daripada usaha pelestarian. Alhasil, keseimbangan bio-ekologi pun menjadi tidak terjaga dengan baik.

Menurut Globall Footprint Network, secara keseluruhan kapasitas bio-ekologi saat ini sudah tidak memungkinkan untuk memenuhi keinginan dan kepentingan manusia. Saat ini, diperlukan satu setengah ­Bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang populasinya sudah mencapai 7 miliar. Pada tahun 2050 mendatang, dengan populasi penduduk Bumi yang diperkirakan mencapai 9,6 miliar, maka diperlukan 3 planet Bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Tak ramah lingkungan

Oleh sebab itu, sudah semestinya para pe­mang­ku kekuasaan mulai memikirkan cara me­revitalisasi bio-ekologi dengan implementasi kebijakan-kebijakan yang tepat. Sudah bukan menjadi rahasia umum jika kerusakan lingkung­an sebagian besar akibat dari buruknya pengelolaan kebijakan pembangunan yang tidak mengindahkan faktor ramah lingkungan. Hal ini bisa ter­lihat dari pengelolaan tata ruang yang buruk di berbagai kota besar di Indonesia.

Berbagai hutan beton yang diba­ngun sering tidak diimbangi dengan ketersediaan ruang hijau yang mema­dai. Padahal jika ditelaah secara mendalam, ruang hijau fungsinya jelas sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang bio-ekologi. Ruang hijau yang ideal minimal mencapai 30 persen dari luas wilayah. Faktanya, banyak kota besar di Indonesia yang hanya menyediakan tak lebih dari 10 persen luas wilayahnya untuk difungsikan sebagai ruang hijau.

Secara nyata, hal ini jelas merupakan tanggung jawab para pemang­ku kekua­saan dan para pejabat terkait yang mengeluarkan kebijakan. Seyogianya, sebagai masyarakat kita juga harus cermat terkait Pemilu 2014 mendatang. Jangan sampai kita terperdaya oleh janji-janji pembangunan yang begitu besar, namun dari aspek ling­kungan tidak diperhati­kan. Membangun secara besar-besaran tanpa me­nimbang aspek ramah lingkungan, sama halnya menghancurkan daerahnya dengan logika terbalik.

Tanggap bencana

Berdasarkan pemetaan wilayah yang berpotensi terkena bencana, sebanyak 321 kabupaten/kota di Indonesia memiliki risiko tinggi dilanda 13 jenis bencana. Oleh sebab itu, diperlukan upaya dan komitmen serius dari pemerintah untuk mengantisipasi potensi ancaman bencana yang akan muncul.

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah mengatur perlunya badan yang khusus menangani bencana alam, mulai dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota. Faktanya, implementasi undang-undang ini masih jauh panggang dari api. Hal ini tercermin dari kurang memadainya jumlah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang dimiliki setiap daerah di Indonesia.

Sebagai negara yang terletak di daerah rawan bencana, Indonesia seyogianya lebih serius dalam menangani permasalahan ini. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk meminimalkan dampak bencana yakni mewajibkan setiap daerah untuk mempunyai BPBD.

Selama ini, meskipun secara de jure pembentukan badan khusus penanggulangan bencana telah tertuang dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, faktanya masih banyak kabupaten/kota yang belum mempunyai BPBD sendiri. ­Akibatnya, selain upaya preventif penanggulangan bencana berjalan tidak maksimal, upaya distribusi bantuan dan rehabilitasi pascabencana turut berjalan lambat.

Misalnya saja kondisi yang dialami korban bencana banjir di Subang dan letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Pengung­si tidak tertangani dengan baik ka­rena ketiadaan BPBD di daerah ter­sebut.

Karena itu, pembentukan BPBD harus bersifat wajib bagi setiap kabupaten/kota. Bagi daerah yang tidak memiliki BPBD harus mendapat sanksi tegas dari pemerintah, karena hal ini berkaitan langsung dengan keselamatan jiwa masyarakat luas.

Secara gamblang, beberapa bencana yang datang pada awal tahun ini kurang lebih telah menunjukkan rendahnya kemampuan pemerintah dalam penanganan kebencanaan. Belum adanya komitmen serius dari pemerintah untuk melakukan upaya preventif sebagai langkah cerdas penanggulan bencana menjadi permasalahan tersendiri di “negeri bencana” ini. Pembentukan BPBD sebagai salah satu upaya preventif pencegahan bencana harus dimaksimalkan, tidak seperti selama ini yang hanya terkesan bertindak ketika bencana telah datang. Semoga!
(Penulis, ­aktivis lingkungan hidup di ­Yogyakarta)**
 
Dimuat dalam kolom Opini Galamedia edisi 27 Januari 2014

Guru dan Iptek

Guru dan Iptek
Oleh Pangki T Hidayat


Sabtu, 25 Januari 2014

Miris dengan carut marut dan kian menurunnya kualitas pendidikan nasional. Bagaimana tidak? Pembelajaran abad 21 yang pada hakekatnya mengarah pada literasi informasi yang hakiki, pada kenyataannya terkendala dengan kemampuan peran guru yang kurang tanggap terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Faktanya, guru yang sudah tersertifikasi pun seringkali kalah bersaing dengan siswanya sendiri terkait penggunaan iptek. Guru kesulitan menggunakan internet atau tidak bisa menghidupkan komputer adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri jika masih ada. Alhasil, mereka pun mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan penggunaan iptek ke dalam proses pembelajaran. Kalau sudah seperti ini, maka potensi kegagalan terkait tujuan dari Kurikulum Pendidikan (K-13) ini semakin besar.
Kurikulum 2013 pada hakekatnya adalah kurikulum yang menekankan pada pengintegrasian iptek sebagai media penyampaian setiap proses pembelajaran. Kurikulum ini disiapkan sebagai upaya menyiapkan generasi bangsa yang beriman, berakhlak mulia, mampu menguasai iptek, berbudaya, berwawasan kemanusiaan dan kebangsaan serta peduli lingkungan.
Apa artinya? Sederhananya, guru sebagai ujung tombak pendidikan harus selalu tanggap dan responsif terhadap setiap detail perubahan zaman. Guru tidak boleh hanya statis pada pola pikir yang ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya. Keengganan ujung tombak pendidikan ini, untuk tanggap dan responsif terhadap kebutuhan zaman tentu akan berdampak negatif terhadap kualitas out put yang dihasilkan pendidikan nasional.
Mulyanto dalam artikelnya yang berjudul, "Hubungan Kurikulum Pendidikan di Era Globalisasi dengan Resolusi Belajar," mengemukakan adanya 16 kecenderungan utama yang akan membentuk dunia di masa depan. Secara singkat masing-masing dapat diurai, yakni (1) Zaman komunikasi instan, (2) Dunia tanpa batas ekonomi, (3) Empat lompatan menuju dunia tunggal, (4) Perdagangan dan pembelajaran menuju internet, (5) Masyarakat layanan baru, (6) Penyatuan yang besar dan yang kecil, (7) Era baru kesenjangan, (8) Perubahan bentuk kerja, (9) Perempuan sebagai pemimpin, (10) Penemuan terbaru tentang otak, (11) Nasionalisme budaya, (12) Kelas bawah yang semakin besar, (13) Semakin besarnya jumlah manula, (14) Ledakan praktik mandiri, (15) Perusahaan koperatif dan (16) Kemenangan individu.
Merujuk hal tersebut, jelas sekali bahwa setiap guru wajib mempunyai kemampuan menyiapkan insan cendikia dengan berbasis pada penggunaan iptek. Tujuannya yakni agar peserta didik mampu menghadapi tantangan di era globalisasi ini, apapun permasalahannya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2010, mayoritas penduduk Indonesia berada pada usia muda. Sebanyak 45,93 juta jiwa merupakan kelompok anak usia 0-9 tahun, sedangkan 43,55 juta jiwa adalah anak usia 10-19 tahun. Maka dalam rentang waktu 2020-2030, Indonesia akan memiliki usia produktif yang berlimpah.
Oleh sebab itu, keberhasilan implementasi kurikulum pendidikan yang menekankan pada pengintegrasian iptek adalah mutlak. Keberhasilan dalam mengimplementasikan Kurikulum Pendidikan akan menjadikan negara ini menjadi negara maju di dunia (baca: produsen bagi dunia).
Rekonstruksi Mind Set
Pada awal implementasi Kurikulum Pendidikan 2013, banyak guru yang masih mengalami kebingungan, khususnya yang terkait dengan pengintegrasian iptek dalam proses pembelajaran. Hal ini lebih disebabkan oleh karena masih banyak guru yang gagap terhadap perkembangan iptek dan enggan untuk belajar, yang biasanya lebih karena faktor individu, seperti faktor usia guru yang sudah tua.
Biasanya mereka merasa enggan untuk belajar karena merasa sebentar lagi akan pensiun. Dalam QS, Ar-Ra'du ayat 11 Allah swt berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada dirinya sendiri. Dan, apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia".
Dalam ayat ini secara tersirat telah dijelaskan bahwa, sifat malas dan enggan untuk belajar atau menambah ilmu pengetahuan akan mendekatkan diri pada kehancuran. Oleh karena itu, pola pikir seorang guru yang jauh dari hakekat guru yang seharusnya harus segera dihapuskan.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu dengan segera melakukan langkah-langkah strategis guna merekonstruksi mind set guru-guru yang demikian itu. Yaitu, dengan melakukan pelatihan-pelatihan maupun seminar atau melakukan up grade terkait penggunaan iptek.
Disadari, pendidikan guru pada masa lampau tidak semuanya menggunakan alat modern seperti sekarang. Namun, di era sekarang guru-guru Indonesia dihadapkan pada realita bahwa penguasaan iptek masih lemah dan hal itu adalah sebuah keharusan. Oleh karena itu, mind set lama yang hanya terkesan statis perlu direkonstruksi dan tidak takut pada perubahan karena rekonstruksi intinya adalah perubahan.
Guru harus benar-benar mengimplementasikan mind set yang hakiki sebagai guru, yaitu belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Dengan begitu, setiap guru diharapkan bisa selalu up to date terhadap berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Keberhasilan dalam menciptakan guru melek iptek, akan semakin mendekatkan keberhasilan implementasi K-13 ini.
Penulis adalah merupakan peneliti muda di Communication
Forum For Education (CFFE Yogyakarta), Sarjana Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. 
 
 
Dimuat dalam kolom Opini Suara Karya edisi 25 Januari 2014 

 

Menyoal Implementasi Pendidikan Berbasis Online

Dimuat dalam kolom Opini Haluan edisi 23 Januari 2014.

Pendidikan Cerdas bagi Anak Berbakat


Dimuat dalam kolom Metrorasi Metro Riau edisi 21 Januari 2014.

Darurat Lagu Anak Nasional



 Dimuat dalam kolom Opini Haluan edisi 15 Januari 2014





Tips Menembus Kolom Opini

Menembus kolom opini surat kabar memang gampang-gampang susah. Apalagi, tak banyak redaksi yang mau berbagi tips atau membalas email kita jika kita bertanya mengenai ciri artikel yang diterima redaksi. Untuk surat kabar nasional tentu sudah banyak dibahas diberbagai blog senior maupun website resminya. Oleh karena itu, berikut ini saya sajikan email balasan dari redaksi surat kabar lokal baik yang di dalamnya mengenai ciri opini (artikel)maupun tentang honorariumnya. Semoga bermanfaat bagi kita semua.



1. Harian nasional
Silakan kirim alamat e-mail ini: redaksi@harian-nasional.com. Tulisan yang dimuat diberi imbalan.
Salam, Red

Sayangnya, sepertinya 2 opini saya yang dimuat juga tidak ada imbalan apapun. Bahkan, saya konfirmasi ke redaksinya, namun tidak ada balasan


2. Suara NTB

Untuk melihat opini yang termuat, bisa dilihat di web kami.
kemudian soal penghargaan, kami menyiapkan dana sebagai
penghargaan untuk setiap penulis yang opininya dimuat. demikian kami sampaikan. tks

salam
redaksi

Pada Selasa, 19 November 2013 20:57


Biasanya honor akan dikirim setelah beberapa tulisan kita dipublikasikan. Namun demikian, jika ingin segera dicairkan langsung bisa mengkonfirmasi ke redaksinya. Redaksinya sangat ramah.


3. Joglosemar
Salam,
Kali pertama, kami mengucapkan terima kasih atas atensi dan perhatian Anda kepada Joglosemar. Redaksi Joglosemar, menerima kiriman naskah dari luar berupa artikel/opini dan  cerpen. Kemudian, bagi yang dimuat mendapatkan honor.
Demikian balasannya.
Salam
Redaksi
Pada 6 November 2013 16.39


4. Waspada
Terima kasih atas suratnya, ciri artikel yang dimuat di Waspada bisa dilihat dari artikel yang diturunkan setiap Senin-Sabtu; tidak ada pemberitahuan tentang pemuatan karena redaksi mengasumsikan penulis Waspada adalah pembaca Waspada; tidak ada sertifikat tapi honor tulisan.

Red.
Pada Senin, 4 November 2013 16:23


5. Riau Pos
Artikel yang masuk diseleksi, diutamakan artilel yang terkait berita aktual, ditulis dengan bahasa yang lugas tidak terlalu panjang, cukup dua setengah halaman kuarto jika diketik 1,5 spasi. Kami tidak memberitahukan, tulisan dimuat. ada honornya, bagi penulis baru rp 100 ribu.

wassalam

Jarir Amrun MAg
penanggung jawab rubrik opini riau pos


6. Galamedia
Wa 'alaikumus salam wr wb. Kami tidak punya rubrik cerpen. Untuk opini kirim ke alamat email ini. Tulisan yang layak akan kami muat dan akan kami beri uang honorarium. Kami tidak memberitahu pemuatan waktu pemuatan.

(email balasan lain yang pernah saya dapatkan dair Galamedia)
Untuk setiap naskah yang dimuat di Galamedia, mendapat imbalan berupa honor. Silakan Anda mengambil honor tersebut di Bagian Kasir/Keuangan Galamedia di Jln. Belakang Factory No. 2 dengan membawa identitas diri. Apabila Anda di luar kota, silakan hubungi Ibu Herniawati di Sekred untuk memberikan nomor rekening guna pengiriman honor tersebut. Terima kasih.



Entah hanya pada saya saja, atau beberapa penulis lainnya mengalami? Pernah saya mengirim email untuk mengkonfirmasi honorarium sebuah opini saya yang ditayangkan surat kabar ini. Hasilnya, berbelit-belit. Namun, honornya memang lumayan.


7. Tribun Timur
Opini yang dimuat tentu saja yang menarik, update, dan panjangnya sesuai spase (1,5 halaman komputer spasi satu) dan disertai foto penulis. Opini yang dimuat akan diberi honor. Pemula biasanya Rp 75 ribu. Maaf, opini yang dimuat tidak lagi kami sampaikan ke penulis karena bisa langsung diakses via tribun-timur.com

Pada 4 November 2013 17.32


8. Batam Pos
dear, Pangki
1.Redaksi tidak akan memberitahukan jika tulisan anda sduah dimuat. Untuk mengetahuinya, cukup melihat langsung di halaman koran atau batampos online.
2. Redaksi akan memberikan uang tulisan. Untuk itu, anda dapat menghubungi kantor redaksi melalui sekertaris redaksi.
3. Tema tulisan bebas. tidak mengandung unsur sara, dan atau memojokkan pihak lain. 

Terimkasih



9. Metro Riau
Kepada Yth saudara Pangki
Pertanyaan Anda, saya jawab:
1. Jika Anda hendak mengirim artikel atau suara pembaca dan lainnya
dapat dikirim ke email ini. Namun Anda bisa tulis: OPINI (jika anda
mengirim artikel) atau SUARA PEMBACA (untuk saran dan kritikan Anda)
2. Harian Pagi Metro Riau memberikan penghargaan atau sertifikat
kepada penulis yang dinilai produktif.
3. Masalah honor juga diberikan jika tulisan Anda kami nilai layak dan
patut untuk dipublikasikan.
4. Kami sarankan, jika Anda seorang penulis pemula, ada baiknya Anda
lebih mengedepankan pembelajaran, kualitas dan kuantitas tulisan.
Namun, jika Anda seorang penulis yang sudah lama dan tunak di pelbagai
media, kami sarankan Anda mencoba mengirimkan ke kami.
5. Ada baiknya juga artikel tersebut disertai identitas diri (foto dan
KTP/SIM yang berlaku)
6. Artikel dikirim dalam format MS Word, font: time new roman ukuran
12, dan satu spasi sebanyak 2 halaman A4.

Terimakasih atas attensi Anda ke Harian Pagi Metro Riau. Semoga
informasi ini bermanfaat.

Hormat Kami,

Doris M Yahya
Redaktur/ Penanggjung Jawab Rubrikasi MetrOrasi



10. Harian Jambi

Walaikum salaam Wr Wb.
Sebelumnya atas nama redaktur yang mengolah rubrik opini Harian Jambi kami ucapkan terima kasih atas surat Anda.

Menindak-lanjuti surat pembaca yang masuk di halaman email opini@harianjambi.com tertanggal 08 November atas nama Pangki Hidayat (pangki.hidayat4@gmail.com)
Ingin kami sampaikan bahwa saat ini email redaksi Harian Jambi yang khusus mengelola  opini adalah; Opini@harianjambi.com.
Mengenai tulisan yang dikirim ke alamat tersebut, sepenuhnya menjadi hak dan milik dari redaksi Harian Jambi. Untuk setiap karya tulis jenis Opini yang "dimuat" di koran Harian Jambi "Sore" tentu memilik nilai dan berhak mendapatkan reward sebagai bentuk penghargaan kami,  itu semua disesuaikan dengan kemampuan dan kebijakan Perusahaan.

Terima Kasih

Selamat Bergabung di Harian Jambi,


11. Tribun Jabar
Salam Tribun,
Menanggapi email saudara, berikut kami sampaikan:

1. email dikirimkan ke opini@tribunjabar.co.id
2. seluruh _*email yang masuk*_ tidak mendapat pemberitahuan, namun kami teruskan ke desk redaksi untuk dipertimbangkan pemuatannya.
3. Apabila tulisan saudara _*dimuat*_, bagian sekretariat redaksi akan menghubungi via telepon atau email. Dalam hal ini, kami sangat menyarankan pada waktu pengiriman tulisan, untuk menyertakan data diri dan no telepon yang lengkap.

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, semoga berkenan.

Hormat Kami,

*Divisi ICT* 



 



https://mail.google.com/mail/images/cleardot.gif

Darurat Lulusan Berjiwa Entrepreneur


Di muat dalam kolom Opini Batam Pos edisi 10 Januari 2014. Setelah sekian artikel tidak lolos seleksi redaksi Batam Pos, akhirnya artikel ini mampu menembusnya dalam waktu yang relatif cepat. Artikel ini saya kirim ke redaksi pada tanggal 8 Januari 2014, dan pada tanggal 10 Januari 2014 sudah dipublikasikan oleh Batam Pos. Matur Nuwun buat redaktur kolom opininya.

Kedaulatan Rakyat

Hidup adalah hidup, bukan mimpi. 
Namun, jika tanpa mimpi itu berarti kita hanya sekedar hidup saja


 (Kedaulatan Rakyat, kolom Digital edisi Senin, 30 Desember 2013)


(Kedaulatan Rakyat, kolom Pendapat Guru edisi Senin 6 Januari 2014)
Menulis hal-hal yang berbau analisis terkadang membuat mata terasa lebih lelah, otak menjadi cepat tekor. Alhasil, sayapun mulai menulis hal-hal yang ringan namun tetap bermanfaat (semoga). Namun di dalam hati, terkadang saya masih penasaran dengan surat kabar khas Jogja yang satu ini. Bagaimana tidak? Puluhan artikelku belum satupun yang bisa menembus rubrik opininya..Melasi yaa....
Namun begitu, selalu ada semangat untuk menulis...karena suatu saat mimpi itu pasti tercapai jika terus ulet dan tekun berusaha. Amiiin.