(Dok. seputarnusantara.com) |
Bagi
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kekinian, sepertinya ada
saja jalan untuk mengeruk pundi-pundi keuangan negara. Skenario teranyar yaitu
dengan menyertakan nomenklatur Rumah Aspirasi dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara- Perubahan (APBN P) 2015. Nomenklatur itu disertakan setelah DPR
mendapatkan alokasi anggaran tambahan sebesar Rp 1,635 triliun dalam pembahasan
rancangan APBN- P 2015 yang dilakukan pada Februari 2015 lalu. Sehingga dalam
APBN-P 2015, keseluruhan anggaran yang dialokasikan untuk dewan yang terhormat
itu nilainya tak kurang dari Rp 5,192 triliun. Imbas dari keberadaan
nomenklatur Rumah Aspirasi itu, ke depan setiap anggota dewan akan mendapatkan
alokasi anggaran sekitar Rp 150 juta per tahun atau setara Rp 12,8 juta per
bulan untuk keperluan biaya operasional Rumah Aspirasi tersebut (Pasal 213
Peraturan Tata Tertib DPR).
Mengacu
pada Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 1 angka 18, Rumah Aspirasi merupakan
pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat dilakukan antara
lain, melalui pembukaan ruang partisipasi publik, transparansi pelaksanaan
fungsi, dan pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat. Alasan klasik di balik
program kerja yang diajukan dewan tersebut yaitu untuk meningkatkan kinerja
anggota dewan sekaligus mengoptimalkan penyerapan aspirasi publik, utamanya di
daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Jika ditelaah, gagasan yang dituangkan
oleh anggota dewan dalam Rumah Aspirasi tersebut tentu tidak ada yang salah. Pasalnya,
keberadaan Rumah Aspirasi memang sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas
penyerapan aspirasi publik dan sekaligus mengawal artikulasi aspirasi tersebut
oleh anggota dewan di parlemen. Sehingga, bila kemudian terjadi perbedaan antara
aspirasi publik di akar rumput (grass
root) dan artikulasi aspirasi oleh anggota dewan di parlemen, Rumah
Aspirasi dapat menjadi tempat yang tepat untuk menemukan titik temu pokok
persoalannya. Pada titik ini, akan dapat diketahui apakah anggota dewan benar-benar
menyuarakan aspirasi publik atau hanya aspirasi golongannya saja.