(Dok. cahyapuspitar.blogspot.com) |
Badan Kependudukan PBB (UNFPA)
mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia memiliki sekitar 65 juta anak muda
berusia 15-29 tahun. Dengan jumlah anak muda sebanyak itu, UNFPA memperkirakan
Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi (demografic deviden) pada tahun 2028-2031 mendatang. Kondisi ini
tentu menjadi peluang bagi Indonesia untuk melesat menjadi sebuah negara maju
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Korea Selatan (Korsel), Thailand, dan
Singapura. Dengan mengoptimalkan bonus demografi yang dimilikinya, Korsel mampu
meningkatkan pertumbuhan negara itu dari 7,3 persen menjadi 13,2 persen,
Thailand dari 6,6 persen menjadi 15,5 persen, dan Singapura dari 8,2 persen
menjadi 13,6 persen (Agus Wibowo, 2015).
Nahasnya, peluang Indonesia untuk dapat
mengoptimalkan bonus demografi belakangan ini justru mendapatkan ancaman yang
sangat serius dari dua hal utama, yaitu semakin merajalelanya peredaran narkoba
dan pesatnya perkembangan prostitusi. Mafhum disadari, peredaran narkoba di
negara ini memang telah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Menurut
data Badan Narkotika Nasional (BNN) paling mutakhir, prevalensi pengguna
narkoba di Indonesia telah mencapai 5,1 juta orang. Lebih jauh, data BNN
tersebut juga mengungkapkan bahwa angka kematian akibat penyalahgunaan barang
haram itu tergolong cukup tinggi, yakni antara 40-50 kematian per harinya. Celakanya
lagi, pada umumnya para pengguna narkoba justru berada dalam usia produktif.