![]() |
(Dok. www.kabarpns.com) |
Pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal
(Bareskrim) Polri Komjen Pol Budi Waseso (BW) terkait Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) menuai polemik di aras publik. Pasalnya, sebagaimana
pemberitaan di pelbagai media BW menyatakan enggan melaporkan LHKPN ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, akan lebih objektif bila LHKPN
ditelusuri sendiri oleh KPK, bukan dilaporkan oleh penyelenggara negara yang
bersangkutan. Jika ditelaah, pernyataan BW memang ada benarnya, akan tetapi
bila dikaitkan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku pernyataan BW jelas tidak tepat. Pelaporan
LHKPN bagi setiap penyelenggara negara sebagaimana yang termaktub dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) adalah wajib hukumnya.
Artinya, menjadi keharusan bagi setiap penyelenggara negara untuk menyerahkan
LKHPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pun demikian yang tertuang dalam
Keputusan KPK Nomor Kep.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran,
Pemeriksaan dan Pengumuman LHKPN dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun
1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara, pelaporan
LHKPN menjadi tanggung jawab yang tidak dapat dielakkan bagi setiap orang yang
berkedudukan sebagai penyelenggara negara. Ironisnya, meskipun pelaporan LHKPN
dalam UU dipandang sebagai kewajiban, namun jelas tidak diimbangi dengan sanksi
yang memadai bila kewajiban itu dilanggar. Pada Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999
misalnya, setiap penyelenggara negara yang melanggar ketentuan (baca: tidak
melaporkan LHKPN) hanya dikenai sanksi administratif saja. Maka tak heran,
banyak penyelenggara negara yang terkesan mengesampingkan dan menyepelekan
pelaporan LHKPN ke KPK. Padahal, LHKPN pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen
penting bagi KPK untuk mencegah praktik korupsi yang kerap dilakukan oleh oknum-oknum
penyelenggara negara.
Sanksi
yang Memadai
Sudah menjadi rahasia umum, bila keberadaan
penyelenggara negara yang lambat dalam menyerahkan LHKPN atau bahkan tidak sama
sekali menyerahkan LHKPN tidaklah sedikit jumlahnya. Merujuk pernyataan Koordinator
Tim Asistensi LHKPN KPK Sofyan, hingga saat ini tak kurang dari 30 persen pemerintah
daerah belum menyerahkan LHKPN ke KPK. Jumlah tersebut belum ditambahkan dengan
penyelenggara negara di tataran pemerintah pusat yang juga belum menyerahkan
LHKPN ke KPK. Bagi KPK, kondisi demikian tentu akan menyulitkan KPK dalam
merancang upaya pencegahan (preventif) tindak pidana korupsi yang efektif. Pun
dalam upaya represif pemberantasan korupsi, KPK akan kesulitan menelusuri
penyelenggara negara yang terindikasi kuat melakukan korupsi. Itulah sebabnya, kewajiban
pelaporan LHKPN bagi setiap penyelenggara negara mutlak harus diikuti dengan
pemberian sanksi yang memadai, tidak seperti saat ini hanya berupa sanksi
administratif saja.
Dalam kontek kekinian, mengumumkan nama penyelenggara
negara yang membandel, dalam artian tidak tepat waktu menyerahkan LHKPN atau
bahkan sama sekali tidak menyerahkan LHKPN ke ruang publik, baik melalui media
cetak maupun media elektornik bisa menjadi alternatif sanksi yang tepat dan
memadai. Pasalnya, sebagai penyelenggara negara yang notabene harus menjadi teladan
bagi masyarakat pada umumnya, tentu mereka akan malu bila nama mereka justru
masuk dalam daftar hitam KPK sebagai penyelenggara negara yang tidak taat
aturan. Di sisi lain penting disadari, penegakan aturan dalam undang-undang
tidak akan pernah berjalan optimal bila tanpa diikuti dengan sanksi yang
memadai. Itulah sebabnya, pemberian sanksi administratif harus pula diikuti
dengan sanksi lain yang dapat memberikan efek jera. Dengan begitu, tidak akan
lagi ada penyelenggara negara yang membandel, lambat dalam menyerahkan LHKPN
atau tidak menyerahkan LHKPN lagi. Semoga!
Dimuat dalam opini Tribun Jogja edisi 9 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar