![]() |
(dok. suluahweb.blogspot.com) |
Momen sakral peringatan Hari Pahlawan baru saja
dilalui pada 10 November 2014 lalu. Momentum itu diwarnai dengan pelbagai acara
seremonial, utamanya di instansi-instansi pemerintahan seperti upacara maupun tabur
bunga di beberapa lokasi Taman Makam Pahlawan (TMP). Pahlawan dalam pengertian
tradisional bisa dikatakan adalah
mereka yang memiliki jasa besar dalam membela dan memperjuangkan hak-hak rakyat
dalam ruang lingkup tertentu. Jasa besar yang dimaksud bisa berupa perjuangan
tanpa pamrih melalui jalur politik, seperti yang dilakukan oleh Bapak
Proklamator kita, yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Maupun perjuangan
tanpa pamrih melalui peperangan, seperti yang dilakukan oleh Pangeran
Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, dan Pattimura.
Dalam konteks ini, perjuangan tanpa pamrih mereka dalam membela dan
memperjuangan kemerdekaan negeri inilah yang menempatkan mereka semua menjadi
figur pahlawan. Bahkan, etos kepahlawanan yang dilakukan sampai saat ini selalu
menjadi rujukan bagi generasi-generasi penerus bangsa.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, figur-figur
yang bisa disebut sebagai pahlawan bukanlah figur yang ruang lingkup perjuangannya hanya menyentuh ranah politik dan peperangan saja. Pengertian mengenai pahlawan secara lebih luas diungkapkan oleh Prof.
Baroroh Baried. Yakni meliputi, (1) Pendiri suatu agama atau negara, (2) Orang yang sangat sempurna
karena memiliki sifat luhur, seperti berani, pemurah, setia, dan lain-lain, (3) Pemimpin perang dan gugur dalam
peperangan,
(4) Tokoh utama dalam karya satra. Merujuk pengertian tersebut, maka siapapun yang memiliki kontribusi
signifikan terhadap sebuah hal yang perlu dibela dan diperjuangkan dapat
disebut sebagai
pahlawan. Tidak
heran, jika kemudian muncul banyak sebutan
pahlawan di berbagai bidang, misalnya pahlawan ekonomi, pahlawan olahraga, pahlawan
kebudayaan, pahlawan kemanusiaan, hingga pahlawan pembangunan. Singkat kata, siapapun yang sudah memperoleh legitimasi
publik atas jasa-jasanya dan dilegendakan publik dalam pengertian positif layak
disebut sebagai pahlawan. Itulah sebabnya, seperti halnya para pahlawan yang beratribut pejuang perang atau
politik di era
menjelang kemerdekaan,
pahlawan-pahlawan
dalam konteks kekinian pada hakikatnya juga layak dan berhak untuk hidup abadi
di TMK ketika ajal telah menjemputnya.
Erosi Etos Kepahlawanan
Celakanya, saat ini telah terjadi apa yang
disebut oleh Prof. Baroroh Baried sebagai erosi etos
kepahlawanan. Yaitu,
perilaku yang menggerus nilai-nilai kepahlawanan yang hakiki. Contohnya,
perjuangan tanpa pamrih kini telah berupah menjadi perjuangan berpamrih (self interest) atau perjuangan atas nama
kepentingan rakyat faktanya hanya untuk kepentingan kelompok atau diri pribadi
saja. Realitas seperti ini biasanya acap muncul ketika ada kepentingan politik lebih
besar yang ingin diraih, sebut saja seperti pada saat pemilu legislatif (Pileg)
atau pemilu presiden (Pilpres) beberapa waktu lalu. Sebagian besar tokoh politik yang muncul kepermukaan acap menasbihkan dirinya seolah-olah
sebagai figur pahlawan. Padahal, kontribusi ketokohannya itu sangat
terbatas, hanya karena ada kepentingan politik
belaka. Yaitu, untuk
menarik simpati publik agar dapat memenangkan konstestasi pergelaran politik
yang diikuti. Cara-cara
yang digunakan untuk memperkenalkan ketokohannya pun biasanya dengan cara
yang serba
instan dan dadakan. Oleh sebab itu, saat ini diperlukan upaya revitalisasi
(kembali) terhadap etos-etos kepahlawanan yang telah mulai luntur. Sehingga, bangsa ini ke depannya
tidak mudah diperdaya oleh figur-figur
yang mengaku seolah-olah sebagai pahlawan.
Momen peringatan Hari Pahlawan mesti dimaknai sebagai
titik balik revitalisasi etos dan nilai-nilai kepahlawanan yang telah memudar.
Pemuda sebagai generasi penerus bangsa penting secara sadar untuk menanamkan
etos dan nilai-nilai kepahlawan dalam diri masing-masing. Harapannya, mereka
bisa menjadi pribadi yang utuh dan jauh lebih baik dari pada para wakil rakyat
dan elit politik saat ini yang cenderung mengedepankan pragmatisme politik dan
kepentingan golongan saja. Oleh sebab itu, peringatan Hari Pahlawan yang
acap dilakukan harus dijauhkan dari ritual seremonialisasi belaka.
Dalam konteks ini, penting untuk mensinergisitaskan seremonialisasi Hari Pahlawan
dengan upaya-upaya kelanjutan untuk mempertahankan eksistensi etos dan
nilai-nilai kejuangan para pahlawan terdahulu.
Urgensi
Etos Kepahlawanan
Pemuda-pemudi saat ini banyak yang tidak
memahami pentingnya menanamkan etos dan nilai-nilai kepahlawanan di dalam diri
masing-masing. Hilangnya eksistensi etos dan nilai-nilai kepahlawan ini nyata
terlihat dari sikap mental yang cenderung abai terhadap kelangsungan dan
kemajuan bangsa sendiri secara umum. Contoh sederhana yang acap terlihat tentu
saja ialah kebanggaan membeli produk-produk buatan luar negeri dari pada
membeli produk-produk buatan dalam negeri. Maka, pasar luar negerilah yang akan
berkembang pesat karena keuntungan yang dimiliki melimpah ruah. Sebaliknya,
pasar dalam negeri cenderung akan lambat berkembang yang pada akhirnya
mengakibatkan kesejahteraan rakyat negara ini akan terus berkutat dengan persoalan-persoalan
ekonomi klasik. Misalnya, kemiskinan, pengangguran, dan maraknya tindak
kriminalitas.
Dalam konteks inilah pemerintah harus
mengambil peran untuk merawat eksistensi etos dan nilai-nilai kepahlawanan agar
tidak ditelan oleh pesatnya perkembangan zaman maupun teknologi. Akan menjadi boomerang jika pemerintah tidak
melakukan hal tersebut, sebab banyak negara telah menjadi contoh hancur dan
terpecah belah akibat kegagalan pemerintahannya dalam merawat eksistensi etos
dan nilai-nilai kejuangan para pahlawannya. Mengakhiri tulisan ini, meminjam ungkapan
Bapak Proklamator Ir. Soekarno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
jasa para pahlawannya. Maka menjadi harga mati bagi pemerintah dan rakyat untuk
terus merawat eksistensi etos dan nilai-nilai kepahlawanan pejuang terdahulu, agar
bangsa ini bisa menjadi besar dikemudian hari. Semoga!.
Dimuat dalam opini Inilah Koran edisi 13 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar