Mewaspadai Aliran (Gelap) Dana Kampanye

(Doc. Haluan edisi 17 Maret 2014)



Di negara ini, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik terus melemah. Hal ini ditandai dengan pemilih golput yang semakin banyak jumlahnya dari setiap pemilu ke pemilu lainnya. Meski begitu, parpol sekarang agaknya sudah tidak punya rasa malu lagi pada publik. Terbukti tidak ada usaha signifikan yang dilakukan oleh parpol untuk memperbaiki situasi ini. Bahkan, laporan dana kampanye yang seyogianya bisa menjadi jalan bagi parpol untuk mengembalikan kepercayaan publik, faktanya hanya dijadikan formalitas belaka. Pekan lalu, seluruh parpol telah mengumpulkan laporan dana kampanye sesuai amanat dari UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPRD, DPR, dan DPD. Dalam pasal 134 UU ini menyebutkan bahwa parpol peserta pemilu sesuai tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana kampanye pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota paling lambat 14 hari pertama dari jadwal pelaksanaan kampanye.
Partai Gerindra memiliki dana kampanye terbesar yakni mencapai Rp 360 miliar, sementara dana kampanye terkecil adalah Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yakni sebesar Rp 29 miliar. Sedangkan dana kampanye parpol lain beturut-turut; Partai Demokrat Rp 268 miliar, PDI-P Rp 220 miliar, Golkar Rp 174 miliar, PAN Rp 170 miliar, Hanura Rp 140 miliar, Nasdem Rp 97 miliar, PKS Rp 82 miliar, PKB Rp 69 miliar, dam PBB Rp 47,6 miliar.
Celah Besar
            Dana kampanye memang rentan terhadap aliran dana gelap baik dari koruptor maupun dari mafia-mafia politik yang ada di negara ini. Oleh sebab itu, pelaporan dana kampanye menjadi penting perannya bagi terlaksananya pemilu yang jujur dan bersih. Sikap parpol yang cenderung tertutup dalam memperlihatkan laporan dana kampanye jelas tidak bisa ditolerir oleh publik. Pandangan bahwa laporan dana kampanye tersebut hanya sebagai formalitas belaka menjadi semakin kentara. Hal ini tak lepas dari isi laporan dana kampanye yang dibuat terkesan asal-asalan. Pasalnya, 70% lebih laporan dana kampanye isinya hanya sumbangan dana dari caleg, bahkan masih ada nama “Hamba Allah” yang disertakan dalam laporan dana kampanye setiap parpol. Padahal berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2012 pasal 131 ayat (3), telah ditegaskan bahwa pemberi dana kampanye harus mencantumkan identitas yang jelas, minimal mencantumkan nama, alamat dan NPWP. Parpol yang masih menyertakan nama “Hamba Allah” dalam laporan dana kampanyenya, harus diusut secara tuntas asal usul dana yang sebenarnya. Hal inilah yang masih belum terlihat hingga saat ini, padahal telah banyak LSM dan media massa yang memberitakan hal tersebut. Laporan dana kampanye adalah pintu awal menuju proses pemilu yang jujur, oleh sebab itu sekecil apapun aturan yang dilanggar idealnya harus diberikan sanksi tegas. Dengan begitu, aspek transparansi dan akuntabilitas laporan dana kampanye yang diharapkan oleh publik dapat tercapai.
Sanksi Tegas
            Penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus mengambil sikap tegas terkait kondisi ini. Parpol dengan laporan dana kampanye yang tidak jelas harus diberikan sanksi, bila perlu dicabut keikut sertaannya dalam pemilu mendatang. Publik tentu bisa membayangkan, betapa berbahayanya jika parpol yang memenangkan pemilu adalah parpol yang dana kampanyenya berasal dari mafia-mafia politik alias menggunakan dana haram. Para mafia politik tentu tidak dengan suka rela memberikan bantuan dana kepada parpol peserta pemilu. Sebelum itu, pasti sudah ada kontrak-kontrak politik yang menguntungkan para mafia politik sehingga mereka mau memberikan sumbangan dana kepada parpol. Imbasnya, kebijakan-kebijakan parpol yang berkuasa mendatang pasti cenderung menguntungkan kepentingan para mafia politik. Hal inilah yang harus mendapatkan perhatian serius dari publik. Publik harus mampu mendorong KPU dan Bawaslu untuk bersikap tegas terkait laporan dana kampanye yang mencurigakan. Bila perlu, publik juga harus mendorong agar KPU dan Bawaslu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) secara intensif. Sehingga, parpol yang terindikasi memiliki aliran dana haram bisa segera diketahui serta dicabut keikutsertaannya dalam pemilu 2014 mendatang.
            Harus diakui, sikap parpol yang cenderung tertutup terkait laporan dana kampanye membuat publik semakin apatis terhadap parpol. Oleh sebab itu, mau tak mau KPU dan Bawaslu harus mengambil sikap tegas terkait hal ini. Jika tidak maka ancaman semakin meningkatnya pemilih golput, bukan tidak mungkin akan benar-benar terjadi. Kondisi ini akan membuat pemilu menjadi sia-sia, karena demokrasi yang dihasilkan jelas tidak sehat. Lebih jauh lagi, pemimpin-pemimpin yang dihasilkan melalui “dana haram” kampanye juga tidak akan berimplikasi positif bagi kesejahteraan rakyat. Malah sebaliknya, rakyat akan semakin sengsara dengan kebijakan-kebijakan yang hampir pasti akan menguntungkan si penyumbang dana, dalam hal ini koruptor maupun para mafia politik. Secara tidak langsung, keberhasilan pemilu sangat ditentukan oleh ketegasan KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam hal ini, keberhasilan yang dimaksud tidak hanya sekedar keberhasilan menurunkan jumlah golput semata, melainkan keberhasilan dalam melahirkan pemimpin-pemimpin yang jujur, tidak korup, dan peduli terhadap kepentingan rakyat. Semoga!.


Dimuat dalam Opini Haluan edisi 17 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar