![]() |
(Dok. beranilawanmafia.com) |
Pelbagai gebrakan di sektor tata kelola
minyak dan gas (migas) nasional mulai dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai
wujud politik pembuktian salah satu janji masa kampanye lalu, yaitu memberantas
praktik mafia migas. Diantaranya, pertama menerbitkan surat Keputusan Presiden
(Kepres) Nomor 189/ M/ 2014 pada tanggal 18 November 2014 lalu. Kepres itu
berisi tentang pemberhentian Johannes Widjonarko sebagai pelaksana tugas (Plt)
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas). Dan, penunjukan Amien Sunaryadi yang merupakan mantan Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2007 sebagai Kepala SKK Migas
baru. Upaya ini merupakan langkah taktis Presiden Jokowi untuk membersihkan
kepentingan-kepentingan sesat mafia migas mulai dari internal SKK Migas itu
sendiri.
Gebrakan kedua yaitu menghilangkan peran
kartel dalam proses penyediaan minyak mentah (crude oil). Pemerintah kini tidak lagi melibatkan pihak ketiga
dalam proses penyediaan crude oil,
namun pemerintah melalui PT Pertamina akan membeli langsung crude oil dari negara-negara penghasil
minyak. Terkait hal ini, PT Pertamina telah menandatangani joint agreement dengan perusahaan migas asal Angola, Sonangol EP
untuk mengamankan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Menurut
Presiden Jokowi, pembelian crude oil
langsung dari Sonangol EP akan menghemat anggaran negara hingga Rp 15 triliun
dalam setahun. Dengan asumsi, Sonangol EP bisa memasok 100 ribu barel crude oil setiap harinya.
Gebrakan ketiga yang tak kalah taktis
yaitu pembentukkan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai oleh Ekonom
Faisal Basri. Tim ini mempunyai empat tugas utama, yaitu melakukan kajian
kebijakan tata kelola migas dari hulu ke hilir, memotong mata rantai birokrasi
yang tidak efisien, mempercepat revisi Undang-Undang Migas dan mendorong
lahirnya iklim industri migas nasional yang bebas dari para pemburu rente. Tugas-tugas
tersebut diharapkan dapat diselesaikan dalam kurun waktu enam bulan untuk
kemudian menghasilkan sebuah rekomendasi yang bisa dilaporkan kepada
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selanjutnya, hasil
rekomendasi tersebut akan menjadi rujukan Kementerian ESDM bagi Presiden Jokowi
untuk mereformasi tata kelola dan industri migas nasional agar terbebas dari
jerat kepentingan sesat para mafia migas.
Mendarah
Daging
Pelbagai gebrakan Presiden Jokowi
tersebut tentu kembali memunculkan optimisme baru bagi publik terkait keseriusan
pemerintah dalam memberantas praktik mafia migas di Tanah Air. Mafhum diketahui,
praktik mafia migas terlanjur telah mendarah daging dalam setiap jengkal tata
kelola maupun industri migas nasional. Bahkan, praktik mafia migas tersebut
secara kasat mata telah berani menyentuh ranah-ranah vital di pemerintahan. Misalnya
saja, praktik mafia migas yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas, Rudi
Rubiandini dalam kaitannya dengan lelang crude
oil di lingkungan SKK Migas. Tak berhenti sampai di situ, merujuk pengembangan
yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus Rudi
Rubiandini, praktik mafia migas ditengarai juga menggurita di lingkungan Kementerian
ESDM dan Komisi VII DPR. Fakta yang tidak terbantahkan atas hal tersebut yaitu
telah ditetapkannya mantan Menteri ESDM, Jero Wacik dan mantan Ketua Komisi VII
DPR periode 2009-2014, Sutan Bhatoegana sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh KPK,
ditemukan potensi pendapatan negara yang hilang akibat adanya praktik mafia
migas di Tanah Air ini sangatlah besar.
Di sektor mineral dan batubara (minerba) misalnya, potensi pendapatan negara
yang hilang mencapai lebih dari Rp 24 triliun. Lebih jauh, ditemukan pula
potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp 2 triliun per tahunnya dari
setoran satu perusahaan tambang saja (Joko Riyanto, 2014). Itulah sebabnya,
pelbagai gebrakan di sektor tata kelola migas yang telah diawali oleh Presiden
Jokowi untuk memberantas mafia migas ini harus terus dilakukan secara sistematis
dan berkelanjutan. Sehingga, potensi untuk memberantas praktik mafia migas yang
telah mendarah daging dalam setiap jengkal tata kelola maupun industri migas
bisa terbuka lebar.
Mengawal
Pembuktian
Publik penting mengawal politik pembuktian
pemberantasan praktik mafia migas yang kini sedang direalisasikan oleh Presiden
Jokowi tersebut. Jangan sampai, politik pembuktian pemberantasan praktik mafia
migas yang dilakukan hanya sekedar untuk memberi ketenangan pada rakyat. Akan
tetapi, tetap tidak bertaji dalam membendung praktik mafia migas yang
menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara. Itulah sebabnya, penguatan dan
evaluasi berkelanjutan terhadap pelbagai kebijakan pemberantasan praktik mafia
migas yang sedang diterapkan penting untuk dilakukan. Misalnya saja, penguatan
dan evaluasi terhadap Tim Reformasi Tata Kelola Migas pascamenjalankan empat
tugas pokoknya dalam enam bulan ke depan.
Pada hakikatnya, tim ini mempunyai
potensi yang sangat bagus untuk memberantas praktik mafia migas. Namun dengan
kewenangan yang dimiliki saat ini, tim ini akan mempunyai banyak hambatan di
lapangan dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Oleh sebab itu, ke depan perlu
dipertimbangkan Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk berada langsung di bawah tanggung
jawab Presiden. Sehingga, tim ini akan mempunyai kewenangan lintas sektoral
yang memang sangat diperlukan untuk mempersempit dan memberangus ruang gerak
praktik mafia migas. Akhirnya, pelbagai gebrakan yang dilakukan oleh Presiden
Jokowi di sektor migas sebagai langkah awal untuk memberantas praktik mafia
migas perlu dikawal dan didorong lebih kuat oleh publik. Dengan begitu, ke
depan keuntungan dari tata kelola dan industri migas nasional diharapkan bisa
seutuhnya dinikmati oleh rakyat, tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang
atau golongan saja yang notabene adalah para mafia migas. Semoga!.
Dimuat dalam Tribun Forum Harian Tribun Jabar edisi 29 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar